Hukum Pajak dan Dasar Hukum Pemungutan Pajak
Hukum Pajak
Hukum pajak adalah hukum yang bersifat public dalam mengatur hubungan negara dan orang/badan hukum yang wajib untuk membayar pajak. Selain itu, hukum pajak diartikan sebagai keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mencakup tentang kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui uang/kas negara.
Hukum pajak dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hukum pajak formal adalah hukum pajak yang memuat adanya ketentuan-ketentuan dalam mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan.
2. Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat tentang ketentuan-ketentuan terhadap siapa yang dikenakan pajak dan siapa yang dikecualikan dengan pajak serta berapa harus dibayar.
Selain itu, hukum pajak juga merupakan bagian dari hukum publik. Hal ini disebabkan karena hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah dengan wajib pajak atau warga negara. Meski demikian, walaupun hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik, namun hukum pajak juga banyak berkaitan dengan hukum privat, yakni hukum perdata. Hal ini dikarenakan hukum pajak banyak berkaitan dengan materi-materi perdata seperti kekayaan seseorang atau badan hukum yang diatur dalam hukum perdata namun menjadi salah satu objek dalam hukum pajak.
Dasar Hukum Pemunngutan Pajak
Hukum pajak adalah hukum yang bersifat public dalam mengatur hubungan negara dan orang/badan hukum yang wajib untuk membayar pajak. Selain itu, hukum pajak diartikan sebagai keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mencakup tentang kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui uang/kas negara.
Hukum pajak dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hukum pajak formal adalah hukum pajak yang memuat adanya ketentuan-ketentuan dalam mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan.
2. Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat tentang ketentuan-ketentuan terhadap siapa yang dikenakan pajak dan siapa yang dikecualikan dengan pajak serta berapa harus dibayar.
Selain itu, hukum pajak juga merupakan bagian dari hukum publik. Hal ini disebabkan karena hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah dengan wajib pajak atau warga negara. Meski demikian, walaupun hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik, namun hukum pajak juga banyak berkaitan dengan hukum privat, yakni hukum perdata. Hal ini dikarenakan hukum pajak banyak berkaitan dengan materi-materi perdata seperti kekayaan seseorang atau badan hukum yang diatur dalam hukum perdata namun menjadi salah satu objek dalam hukum pajak.
Dasar Hukum Pemunngutan Pajak
Dalam
pemungutan pajak harus berdasarkan dasar pengenaan pajak sesuai peraturan yang
ada di Indonesia dimana dasar pengenaan pajak tersebut ada yang ditentukan oleh
Negara dan juga ada yang ditentukan oleh pemerintahan daerah baik Profinsi
maupun Kabupaten. Berikut merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang
pengenaan pajak di Negara:
-
Undang-undang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan/UUKUTp" Undang-undang No. 6/1983, diganti dengan
Undang-undang no.16/2000;
-
"Undang-undang Pajak Penghasilan/UU
PPh": Undang-undang No.7/1983, diubah dengan Undang-undang No. 17/2000;
-
"Undang-undang Pajak Pertambahan
Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah"/UU
PPN/PPn BM ): Undang-undang No. 8/1983, diubah dengan Undang-undang No.
18/2000;
-
"Undang-undang Pajak Bumi dan
Bangunan - UU PBB"): Undang-undang No. 12/1985 diubah dengan Undang-undang
No. 12/1994;
-
"Undang-undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa/UU PPSP") Undang-undang No. 19/1997, diubah dengan
Undang-undang No. 19/2000;
-
"Undang-undang Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan/UU BPHTB") Undang-undang No. 21/1997 diubah dengan
Undang-undang No. 20/2000;
-
"Undang-undang Pengadilan Pajak/UU
PP": Undang-undang No. 14/2002;
-
"Undang-undang Bea Meterai/UU
BM" pendek kata: Undang-undang No. 13 of 1985.
Berikut merupakan Undang-Undang
yang mengatur tentang pengenaan pajak di daerah:
-
Dasar
hukum pajak daerah dan retribusi UU Nomor 18 Tahun 1997, Diubah menjadi UU
Nomor. 34 Tahun 2000
Dalam pemungutan pajak juga
diperlukan tata cara dalam pemungutannya, sebagai berikut:
Pemungutan
pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a.
Stelsel Nyata
Pengenaan
Pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), pemungutan dilakukan pada
akhir tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak lebih
realistis tapi baru dapat dikenakan di akhir periode.
b.
Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
Pengenaan
pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur Undang-Undang. Tanpa menunggu
akhir tahun dan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.
c.
Stelsel Campuran
Merupakan
kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun dihitung
berdasarkan anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan yang
sebebnarnya.
Pemungutan
pajak diperlukan 3 asas
pemungutan pajak:
a.
Asas Domisili
Negara
berhak untuk mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak diwilayahnya
baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. asas ini berlaku bagi wajib
pajak dalam negeri.
b.
Asas Sumber
Negara
berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c.
Asas Kebangsaan
Pengenaan
pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
Pemungutan
pajak diperlukan 3 sistem
pemungutan pajak:
a.
Official Assesment system, adalah suatu sistem pemungutan yang
memberi wewenang kepada pemerintah (FISKUS) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak.ciri-cirinya :
1. wewenang
untuk menentukan besarya pajak terutang ada pada fiskus
2. wajib
pajak bersifat pasif
3. utang
pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
b.
Self Assessment System, adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.ciri-cirinya adalah:
1. wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri
2. wajib
pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3. fiskus
tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c.
With Holding System, adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan
fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak. ciri-cirinya
wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga pihak selain
fiskus dan wajib pajak
PAJAK PENGHASILAN
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada
subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak.
a. Dasar
Hukum Pemungutan Pajak PPh
Dasar
hukum pemungutan pajak diperoleh dari peraturan Undang-Undang Nomor. 36 Tahun
2008 atas Undang-Undang Nomor. 7 Tahun
1983 Tentang “ Pajak Penghasilan”. Dan
dasar hukum lainnya seperti:
Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2016
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, atas Tanah dan/atau
Bangunan Beserta Perubahannnya, dengan ini kami sampaikan peraturan
dimaksud.
Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2016 tentang
Tata Cara Pengadministrasian LaporanGateway Dalam Rangka
Pengampunan Pajak, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.
Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-49/PJ/2016 tentang
Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi berupa Denda atas Keterlambatan
Penyampaian Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang
Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Elektronik, bersma ini kami lampirkan surat keputusan tersebut.
Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
16/PMK.010/2016 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.
Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 tentang Tata
Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan
Mineral dan Batubara, dengan ini kami sampaikan peraturan dimaksud.
Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-42/PJ/2015 tentang
Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan, dengan ini kami
sampaikan peraturan dimaksud.
Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2015 tentang
Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya, dengan ini kami
sampaikan peraturan dimaksud.
Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2013 tentang
Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk
Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi, dengan ini kami sampaikan
peraturan dimaksud.
Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2014 tentang
Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, dengan ini kami
sampaikan peraturan dimaksud.
Sehubungan dengan telah
diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2016 tentang
Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan, dengan ini
kami sampaikan peraturan dimaksud.
b. Subjek
Pajak Penghasilan
- Orang pribadi;
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
- Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap; dan
- Bentuk usaha tetap (BUT), adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
- Tempat
kedudukan manajemen;
- Cabang
perusahaan;
- Kantor
perwakilan;
- Gedung
kantor;
- Pabrik;
- Bengkel;
- Gudang;
- Ruang
untuk promosi dan penjualan;
- Pertambangan
dan penggalian sumber alam;
- Wilayah
kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
- Perikanan,
peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
- Proyek
konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
- Pemberian
jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
- Orang
atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
- Agen
atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
indonesia; dan
- Komputer,
agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.
a) Subjek
Pajak Dalam Negeri
1. Orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan
Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya
termasuk reksadana.
3. Kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
- Pembentukannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan
-
Pembiayaannya bersumber dari apbn atau
apbd
-
Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran
pemerintah pusat atau pemerintah daerah
-
Pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara.
-
Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan, menggantikan yang berhak.
b) Subjek
Pajak Luar Negeri
1. Orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
2. Orang
Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
c) Tidak termasuk Subjek Pajak
1. Kantor
perwakilan negara asing;
2. Pejabat
perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
- Bukan
warga Negara Indonesia; dan
-
Di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
-
Negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
3. Organisasi-organisasi
Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
- Indonesia
menjadi anggota organisasi tersebut;
- tidak
menjalankan usaha; atau
- kegiatan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman
kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4. Pejabat-pejabat
perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan dengan syarat :
- Bukan
Warga Negara Indonesia; Dan
-
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan
atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
c.
Objek
Pajak Penghasilan
Objek pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk
apapun termasuk:
1. penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan
dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
2.
hadiah
dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
3.
laba
usaha;
4.
keuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
-
keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
- keuntungan yang diperoleh perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu atau anggota ;
- keuntungan karena likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;
- keuntungan karena pengalihan harta
berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
- keuntungan karena penjualan atau
pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam
pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
- penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
- bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
- dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;
- royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
- sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
- penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
- keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
- keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
- selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
- premi asuransi;
- iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
- tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
- penghasilan dari usaha berbasis syariah;
- imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
- surplus Bank Indonesia.
d.
Objek
Pajak PPh Final
- bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
- penghasilan berupa hadiah undian;
- penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
- penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
- penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
e.
Tidak
Termasuk Objek Pajak
1. Bantuan atau sumbangan termasuk
zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia;
2.
Harta
hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
3.
Warisan;
4.
Harta
termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
5.
Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak
secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus
(deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
6.
Pembayaran
dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
beasiswa;
7. Dividen atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi,
BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- dividen berasal dari cadangan laba
yang ditahan; dan
- bagi perseroan terbatas, BUMN dan
BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor;
8. Iuran yang diterima atau diperoleh
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9.
Penghasilan
dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
10.
Bagian
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
11. Penghasilan yang diterima atau
diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha
yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat
badan pasangan usaha tersebut:
- Merupakan perusahaan mikro, kecil,
menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
- Sahamnya tidak diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan
tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:
- Diterima atau diperoleh Warga Negara
Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan
formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri;
- Tidak mempunyai hubungan istimewa
dengan pemilik, komisaris, direksi atau pengurus dari wajib pajak pemberi
beasiswa;
- Komponen beasiswa terdiri dari biaya
pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, biaya ujian, biaya penelitian yang
berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku,
dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar;
13. Sisa lebih yang diterima atau
diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;
14. Bantuan atau santunan yang
dibayarkan oleh Badan Peenyelenggara jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
d.
Perhitungan PPh 21 Terbaru
Perhitungan
PPh 21 terbaru selalu disesuaikan dengan tarif PTKP (Penghasilan Tidak Kena
Pajak) terakhir yang ditetapkan DJP. PTKP 2016 ( PTKP terbaru ) yang tercantum
pada Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:
1. Rp
54.000.000,- per tahun atau
setara dengan Rp 4.500.000,- per bulan untuk wajib pajak orang pribadi.
2. Rp
4.500.000,- per tahun atau
setara dengan Rp 375.000,- per bulan tambahan untuk wajib pajak yang kawin
(tanpa tanggungan).
3. Rp
4.500.000,- per tahun atau
setara dengan Rp 375.000,- per bulan tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus atau anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap keluarga.
Adanya
penyesuaian tarif PTKP 2016 ( PTKP terbaru ) tersebut, membuat cara menghitung
PPh 21 juga mengalami perubahan.
Contoh cara menghitung PPh 21 terbaru
karyawan atau pegawai tetap dengan PTKP 2016 ( PTKP Terbaru ) adalah sebagai
berikut :
Sita Rianti adalah
karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah dan mempunyai
tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian Komunikasi
& Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000,- per bulan.
PT. Onix Komunika
mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran
pensiun dari BPJS sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni sebesar Rp 30.000,-
per bulan. Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar iuran
Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah
masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji.
Pada bulan Juli 2016 di
samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur (overtime)
sebesar Rp 2.000.000,-.
Hasil penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli
2016 adalah sebagai berikut :
*Berlaku bagi WP dengan NPWP, tanpa NPWP
maka perlu dikalikan 120% : Rp 147.538,00 x 120% =
Rp 177.046,00
Penjelasan:
Diasumsikan gaji pokok sebesar Rp
6.000.000,-.
(i) Tunjangan
lainnya seperti tunjangan transportasi, uang lembur,
akomodasi, komunikasi, dan tunjangan tidak tetap lainnya. Umumnya tunjangan
tersebut dapat diberikan oleh perusahaan atau tidak, tergantung dari kebijakan
perusahaan itu sendiri.
(ii) Iuran Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara 0.24% - 1.74% sesuai kelompok
jenis usaha seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007.
Di fitur PPh 21 aplikasi OnlinePajak, tarif iuran JPP yang diterapkan dalam
cara menghitung PPh 21 adalah tarif JKK yang paling umum dipakai
perusahaan-perusahaan yaitu 0.24%.
(iii) Biaya
Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp
500.000,- sebulan, atau Rp 6.000.000,- setahun
(iv) Iuran
Pensiun ditentukan oleh lembaga keuangan yang pendiriannya
disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan ditunjuk oleh perusahaan. Jumlah
persentase yang diterapkan dalam cara menghitung PPh 21 di sini adalah 1%.
(v) Jika pegawai merupakan pegawai lama
(lebih dari satu tahun) atau pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari
tahun itu, maka penghasilan
neto dikalikan 12 untuk
memperoleh nilai penghasilan neto setahun, namun jika pegawai merupakan pegawai
baru yang mulai bekerja pada bulan Mei misalkan, maka penghasilan neto setahun
dikalikan 8 (diperoleh dari penghitungan bulan dalam setahun: Mei-Desember = 8
bulan). Pada contoh ini diasumsikan pegawai merupakan pegawai baru yang mulai
bekerja pada bulan Januari.
(vi) Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) berfungsi
untuk mengurangi penghasilan bruto, agar diperoleh nilai Penghasilan Kena Pajak
yang akan dihitung sebagai objek pajak penghasilan milik wajib pajak. Sesuai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016, terhitung 1 Januari 2016,
PTKP 2016 ( PTKP terbaru) yang berlaku adalah sebagai berikut:
o
Untuk Wajib Pajak orang pribadi Rp
54.000.000,- per tahun.
o
Tambahan Wajib Pajak kawin Rp
4.500.000,- per tahun.
o
Tambahan untuk penghasilan istri
digabung dengan penghasilan suami Rp 4.500.000,- per tahun.
o
Tambahan untuk anggota keluarga yang
menjadi tanggungan (max 3 orang) @ Rp 4.500.000,- per
tahun.
Besarnya PTKP 2016 jika dilihat dari status perkawinan WP (TK = tidak kawin ; K = kawin):
TK/0 = Rp
54.000.000,- per tahun- K/0 = Rp 58.500.000,- per tahun
- K/1 = Rp 63.000.000,- per tahun
- K/2 = Rp 67.500.000,- per tahun
- K/3 = Rp 72.000.000,- per tahun
Pada contoh ini WP sudah
menikah dan memiliki 3 tanggungan anak, namun karena suami WP menerima atau
memperoleh penghasilan, besarnya PTKP WP Sita adalah PTKP untuk dirinya sendiri
(TK/0).
(vii) Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah hingga nominal ribuan penuh, atau 3
angka di belakang (ratusan rupiah) adalah 0. Contoh: 56.901.200,00 menjadi
56.901.000,00.
Referensi:
o http://effendi-dmth.blogspot.co.id/2012/07/dasar-dasar-pemungutan-pajak.html#.V
KHzvl97IU
o
http://hukum-pajak.blogspot.co.id/2010/04/tata-cara-pemungutan-pajak.html
o
http://www.pajak.go.id/content/seri-PPh-subjek-pajak-penghasilan
o
http://www.pajak.go.id/content/seri-PPh-objek-pajak-penghasilan
o
http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/PPh-pajak-penghasilan-pasal-21/perhitungan-pajak-penghasilan-PPh-pasal-21
Komentar
Posting Komentar